Selasa, 30 Agustus 2011 , 12:10:00 WIB
Laporan: Teguh Santosa
RMOL. Pernyataan Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin dalam sidang itsbat penetapan 1 Syawal 1432 H kemarin (Senin, 29/8), telah menyinggung perasaan Muhammadiyah.
Dalam sidang yang dipimpin Menteri Agama Suryadharma Ali dan dihadiri perwakilan sejumlah ormas Islam Indonesia itu, Thomas meminta agar metode hisab yang digunakan Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Hijriah diubah karena sudah usang.
Pernyataan tersebut tidak hanya menyakiti warga Muhammadiyah, tetapi juga disinyalir berdampak tidak baik dalam konteks kerukunan umat di Indonesia. Apalagi, fakta membuktikan, sebagaimana banyak diberitakan, bahwa hampir 50 negara merayakan Idul Fitri hari ini (Selasa, 30/8). Dan hanya empat negara yang merayakannya di hari Rabu.
"Saya khawatir, wibawa dan kredibilitas pemerintah menjadi rusak karena telah 'menyewa' Thomas sebagai konsultan dalam sidang itsbat kemarin,” ujar dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Saleh Partaonan Daulay, kepada
Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu.
Saleh yang juga Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu sedang berada di Swiss untuk menjadi khatib dalam shalat Ied di KBRI Swiss yang dilaksanakan hari ini.
Meskipun pemerintah Indonesia telah menetapkan 1 Syawal 1432 H jatuh pada hari Rabu besok (31/8), namun hampir semua kantor perwakilan Indonesia yang ada di negara-negara sahabat, baik yang berada di kawasan Timur Tengah, Eropa, dan Asia juga Afrika, pun Amerika, menyelenggarakan shalat Ied di hari Selasa.
“Mereka semua adalah pejabat negara. Bila KBRI saja tidak percaya pada pendapat pemerintah (Kementerian Agama), bagaimana pemerintah mau dipercaya oleh masyarakat biasa", kata Saleh.
Selain itu, sebagai peneliti Lapan, Thomas seharusnya juga mengikuti diskusi di kalangan peneliti astronomi internasional di banyak mailing list dan group melalui multi media. Dengan begitu, cakrawala berpikir yang dimiliki Thomas menjadi lebih luas. Apalagi, informasi tentang penetapan 1 Syawal banyak diberitakan di situs-situs resmi internasional.
"Jangan mentang-mentang profesor astronomi, lalu merasa pendapatnya pasti benar. Kalau dia menganggap paling benar, lalu apakah semua profesor lain di negara-negara lain yang menyatakan 1 Syawal adalah hari Selasa jadi salah?" sambung Saleh.
Sesungguhnya, sambung Saleh lagi, Muhammadiyah tidak pernah mempersoalkan dan menyalahkan pihak manapun yang menetapkan 1 Syawal jatuh pada hari Rabu. Namun, pendapat Muhammadiyah juga perlu dihormati. Salah satu cara menghormatinya adalah dengan tidak mengungkapkan kalimat-kalimat yang tidak cerdas seperti yang disampaikan Thomas.
"Dan perlu diketahui bahwa cara Muhammadiyah dalam menetapkan 1 Syawal sudah dipraktikkan selama 100 tahun. Dan ternyata, metode itu telah terbukti benar sejalan dengan penemuan perkembangan teknologi astronomi modern. Dengan demikian, tidak ada yang perlu dirubah. Satu-satunya yang perlu diubah adalah cara Thomas Djamaluddin dalam menyampaikan pendapatnya,” demikian Saleh.
[guh]
Sumber : http://www.rakyatmerdekaonline.com/
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kalimatnya Tidak Cerdas, Cakrawala Berpikir Prof. Thomas Djamaluddin Harus Diperluas"
Posting Komentar