PENJELASAN: besarnya bahaya lidah dan keutamaan diam.
Ketahuilah, bahwa bahaya lidah itu besar. Tiada terlepas daripada bahayanya, selain dengan diam. Maka karena itulah, Agama memuji diam dan mengajak kepada diam. Nabi s.a.w. bersabda.
(Man shamata najaa).
Artinya: "Barangsiapa diam, niscaya ia terlepas (dari bahaya)". (1. Dirawikan At-Tirmidzi dari Abdullah bin Umar, dengan sanad dla'if.). Dan sabda Nabi s.a.w.:
(Ash-shamtu hukmun wa qaliilun faa'iluh).
Artinya: "Diam itu suatu hukum dan sedikitlah yang melaksanakannya' (2. Dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dari Ibnu Umar, dengan sanad dhaif.).
Hukum pada hadits ini, artinya: hikmah dan memikirkan akibat. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Sufyan dari ayahnya, dimana ayahnya berkata: "Aku berkata: "Wahai Rasulu'llah! Khabarkanlah kepadaku tentang Islam, akan sesuatu hal, dimana aku tiada akan bertanya lagi tentang itu, kepada seseorang, sesudah engkau!".
Maka Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Katakanlah! Aku beriman dengan Allah. Kemudian engkau berpendirian teguh".
Ayah Abdullah itu meneruskan ceriteranya: "Lalu aku bertanya: "Apakah Yang aku pelihara?". Maka Nabi s.a.w. menunjukkan dengan tangannya kepada lidahnya". (1. Dirawikan At-Tirmidzi dan dipandangnya shahih.).
'Uqbah bin 'Amir berkata: "Aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Apakah jalan kelepasan?".
Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Tahankan lidahmu! Hendaklah rumahmu memberi kelapangan bagimu dan menangislah atas kesalahanmu!".
Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi berkata: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa menjamin bagiku, apa yang diantara dua tulang rahangnya (lidah) dan Yang diantara dua kakinya (kemaluan), niscaya akan aku jamin baginya sorga". (2. Dirawikan A]-Bukhari dari Sahl bin Sa'ad.).
Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa menjaga dari kejahatan qabqabnya, dzabdzabnya dan laqlaqnya, niscaya ia terjaga dari kejahatan seluruhnya". (3. Dirawikan Abu Manshur Ad-Dailami dari Anas dengan sanad d1a,if.)
Qabqab, yaitu: perut. Dzabdzab, yaitu: kemaluan. Dan laqlaq, yaitu: lidah.
Hawa-nafsu yang tiga inilah yang membinasakan banyak manusia. Karena itulah, kami menyibukkan diri kami, menyebutkan bahaya lidah sesudah kami selesai daripada menyebutkan bahaya nafsu-syahwat: perut dan kemaluan.
Ditanyakan Rasulu'llah s.a.w. tentang sebab terbesar, yang membawa manusia masuk sorga. Lalu Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Taqwa kepada Allah dan bagus akhlaq". Dan ditanyakan pula sebab terbesar yang membawa manusia masuk neraka. Maka Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Dua rongga badan, yaitu: mulut dan kemaluan" (4. Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah.).
Maka mungkin yang dimaksud dengan mulut itu, ialah: bahaya lidah. Karena mulut itu tempat lidah. Dan mungkin pula yang dimaksud perut, karena mulut itu, tempat yang tembus dari perut,
Ma'az bin Jabal berkata: "Aku bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Adakah kita ini disiksa dengan apa yang kita katakan?".
Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Dipupus kamu oleh ibumu, hai Ibnu Jabal! Adakah manusia meringkuk dalam neraka atas hidungnya, selain oleh Yang diketam (diperbuat) lidahnya?" (5. Dirawikan Ibnu Majah dan Al Hakim.).
Abdullah Ats-Tsaqafi berkata: "Aku berkata: "Wahai Rasulu'llah! Khabarkanlah kepadaku akan sesuatu, yang akan aku pegang teguh!".
Lalu Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Katakanlah!: Tuhanku Allah. Kemudian, kamu berpendirian teguh (istiqamah)!".
Aku bertanya lagi: "Wahai Rasulu'llah! Apakah yang lebih engkau takuti padaku?".
Rasulu'llah s.a.w. lalu mengambil lidahnya, seraya bersabda: "Ini!" (1. Dirawikan At-Tirmidzi dan dipandangnya shahih.). Diriwayatkan, bahwa Ma'az bertanya: "Wahai Rasulu'llah! Amal apakah Yang paling utama?".
Lalu Rasulu'llah s.a.w. mengeluarkan lidahnya. Kemudian meletakkan jarinya atas lidah itu" (2. Dirawikan Ath-Thabrani dan Ibnu Abid-Dun-ya.).
Anas bin Malik berkata: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Tidaklah berdiri teguh (lurus) iman hamba Allah, sebelum berdiri teguh (lurus) hatinya. Dan hatinya itu tidak berdiri teguh (lurus) sebelum berdiri teguh (lurus) lidahnya. Dan tidak akan masuk sorga seseorang, dimana tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya". (3. Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan sanad lemah.).
Nabi s.a.w. bersabda:
(Man sarra-hu an yaslama fal-yalzamish-shamta).
Artinya: "Barangsiapa suka selamat, maka hendaklah ia membiasakan diam" (4. Dirawikan A]-Baihaqi dari Anas dengan sanad dla if.).
Dari Sa'id bin Jubair (hadits marfu') yang diteruskan kepada Rasulu'llah s.a.w. (5. Hadits Marfu', yaitu: hadits yang sanadnya tidak terang sampai kepada Nabi s.a.w., tetapi disampaikan juga, sedang di antara perawi yang terang namanya dan nabi s.a.w. ada perawi-perawi yang tidak diketahui atau dilampaui.), bahwa beliau bersabda: "Apabila anak Adam (manusia) itu berpagi hari, niscaya semua anggota badannya memperingatkan lidah. Artinya: anggota badan itu berkata: "Takutilah Allah mengenai kami. Karena jikalau engkau berdiri lurus, niscaya kami pun dapat berdiri lurus. Dan jikalau engkau bengkok (menyeleweng), niscaya kami pun menjadi bengkok". (6. Dirawikan At-Tirmidzi dari Abi Sa'id Al-Khudri.).
Diriwayatkan bahwa 'Umar bin Al-Khattab r.a. melihat Abubakar Ash-Shiddiq r.a., menarik lidahnya dengan tangannya. Lalu 'Umar bertanya kepada Abubakar: "Wahai Khalifah Rasulu'llah! Apakah yang anda perbuat?".
Abubakar Ash-Shiddiq r.a. menjawab: "Ini mendatangkan kepadaku jalan yang kebinasaan. Sesungguhnya Rasulu'llah s.a.w. bersabda:
(Laisa syai-un minal-jasadi illaa yasykuu ilal-laahil-lisaana `alaa hiddatih).
Artinya: "Tiada suatu pun dari tubuh, yang tiada mengadu kepada Allah tentang lidah diatas ketajamannya" (1. Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya, Abu Yu'la dan lain-lain dari Aslam, bekas budak Umar r. a.).
Dari Ibnu Mas'ud diriwayatkan, bahwa ia berada atas bukit Shafa, membaca talbiah (2. Membaca: "Labbaika Allaahumma labbaik" pada waktu haji.), seraya mengatakan: "Hai lidah! Katakanlah yang baik, niscaya engkau beruntung! Diamlah dari yang jahat, niscaya engkau selamat, sebelum engkau menyesal!".
Lalu orang bertanya kepada Ibnu Mas'ud tadi: "Hai ayah Abdurrahman! Adakah ini engkau katakan sendiri atau engkau dengar dari orang lain?". Ibnu Mas'ud menjawab: "Tidak! Tetapi aku dengar Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Bahwa kebanyakan dosa anak Adam itu, pada lidahnya". (3. Dirawikan Ath-Thabrani, Ibnu Abid-Dun-va dan Al-Baihaqi dengan sanad baik.). Ibnu 'Umar berkata: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa mencegah lidanya daripada memperkatakan kehormatan orang, niscaya ditutup oleh Allah auratnva (hal-hal yang memalukan kalau diketahui orang lain). Barangsiapa menguasai kemarahannya, niscaya ia dipelihara oleh Allah akan azabnya. Dan barangsiapa meminta kelonggaran pada Allah, niscaya diterima oleh Allah kelonggarannya". (4. Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan sanad baik.).
Diriwayatkan, bahwa Ma'az bin Jabal berkata: "Wahai Rasulu'llah! Berikanlah kepadaku kata-kata wasiat!".
Rasulu'llah s.a.w. menjawab: "Sembahlah (beribadahlah) akan Allah, seakan-akan engkau melihatNya! Dan hitunglah dirimu dalam golongan orang yang sudah mati! Jikalau engkau mau, akan kuberi-tahukan kepadamu, sesuatu yang lebih kamu miliki dari ini semua". Seraya Nabi s.a.w. menunjukkan dengan tangannya kepada lidahnya".
Dari Shafwan bin Salim, yang mengatakan: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Apakah tidak aku khabarkan kepadamu, ibadah yang paling mudah dan paling ringan kepada badan? Yaitu: diam dan bagus akhlak". Abu Hurairah berkata: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda:
(Man kaana yu'minu bil-laahi wal-yau-mil-aakhiri fal-yaqul khairan au liyaskut).
Artinya: Barangsiapa beriman dengan Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata yang baik atau ia diam". (1. Dirawikan AI-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.).
Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Disebutkan kepada kami, bahwa Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Diberi rahmat oleh Allah kepada seorang hamba, yang berkata-kata, lalu memperoleh faedah. Atau diam, maka ia selamat" (2. Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dan Al-Baihaqi dari Anas, dengan sanad dla'if.).
Ada orang yang meminta kepada Isa a.s. dengan katanya: "Tunjukilah kami suatu amalan, yang membawa kami masuk sorga!". Lalu nabi Isa a.s. menjawab: "Jangan kamu bertutur-kata selama-lamaya!". Maka mereka menjawab: "Kami tidak sanggup demikian".
Lalu nabi Isa a.s. berkata: "Jangan kamu bertutur-kata, selain yang kebajikan". Nabi Sulaiman bin Daud a.s. bersabda: "Kalau berkata itu perak, maka diam itu emas".
Dari Al-Barra' bin 'Azib, yang mengatakan: "Seorang Arab desa datang pada Nabi s.a.w., lalu berkata: "Tunjukkanlah kepadaku suatu amalan, yang membawa aku masuk sorga!".
Lalu Nabi s.a.w. menjawab:
(Ath'imil-jaa-i'a wasqidh-dham 'aana wa'mur bil-maruufi wanha `anil-munkari fa in lam tuthiq fa-kuffa lisaanaka illaa min khair).
Artinya: "Berilah makan orang yang lapar dan berilah minum orang yang haus! Suruhlah yang baik (amar ma'ruf) dan laranglah yang munkar (nahi munkar)! Jikalau engkau tidak sanggup, maka cegahlah lidahmu, selain yang kebajikan!" (3. Dirawikan Ibnu Abid-Dun-ya dengan isnad baik.).
Nabi s.a.w. bersabda: "Simpanlah lidahmu, selain pada yang kebajikan! Karena dengan demikian, engkau dapat mengalahkan setan". (4. Dirawikan Ibnu Hibban dari Abi Dzar.).
Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah pada lidah setiap orang yang berkata. Maka hendaklah bertaqwa kepada Allah, manusia yang mengetahui apa yang dikatakannya!".
Nabi s.a.w. bersabda: "Apabila kamu melihat orang mu'min itu pendiam dan mempunyai kehormatan diri, maka dekatilah dia! Karena ia akan mengajarkan ilmu-hikmah". (5. Dirawikan Ibnu Majah dari Ibnu Khallad.).
Ibnu Mas'ud berkata: "Rasulu'llah s.a.w. bersabda: "Manusia itu tiga macam: yang mendapat pahala, yang selamat dari dosa dan yang binasa. Yang mendapat pahala, ialah yang mengingati Allah (berzikir akan Allah). Yang selamat dari dosa, ialah yang diam. Dan yang binasa, ialah yang masuk dalam perbuatan batil". (1. Dirawikan Ath-Thabrani dan Abu Yu'la dari Abi Said Al-Khudri.).
Nabi s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya lidah orang mu'min itu dibelakang hatinya. Apabila ia berkehendak mengatakan sesuatu, niscaya dipahaminya dengan hatinya.
Kemudian, dilalukannya dengan lidahnya. Dan lidah orang munafiq itu, dihadapan hatinya. Apabila ia bercita-cita akan sesuatu, niscaya dilalukannya dengan lidahnya dan tidak dipahaminya dengan hatinya" (2. Dirawikan Al-Kharaithi dari Al-Hasan AI-Bashari.).
Nabi Isa a.s. bersabda: "Ibadah itu sepuluh bahagian. Sembilan bahagian daripadanya pada diam. Dan sebahagian lagi pada lari dari manusia". Nabi kita s.a.w. bersabda: "Barangsiapa banyak perkataannya, niscaya banyak terperosoknya. Barangsiapa banyak terperosoknya, niscaya banyak dosanya. Dan barangsiapa banyak dosanya, niscaya neraka lebih utama baginya" (3. Dirawikan Abu Na'im dari Ibnu 'Umar dengan sanad dla'if.).
Dari atsar (ucapan para sahabat), diantaranya, ialah: Abubakar Siddiq r.a. meletakkan batu kecil pada mulutnya, untuk mencegah dirinya dari berkata-kata. la menuniukkan kepada lidahnya dan berkata: "Inilah yang mendatangkan kepadaku hal-hal kebinasaan".
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Demi Allah, yang tiada disembah, selain DIA. Tiadalah sesuatu yang lebih memerlukan kepada lamanya ditahan, selain lidah".
Ibnu Thaus berkata: "Lidahku itu binatang buas. Jikalau aku lepaskan, niscaya ia makan aku".
Wahab bin Munabbih berkata tentang hikmah keluarga Daud a.s., bawa menjadi hak kewajiban orang yang berakal, mengetahui keadaan zamannya, menjaga lidahnya dan menghadapi dengan baik persoalannya". Al-Hasan Al-Bashari berkata: "Tiada memahami agamanya yang tiada menjaga lidahnya".
Al-Auza'i berkata: "Khalifah Umar bin Abdul-aziz r.a. menulis Surat kepada kami, yang bunyinya sebagai berikut:-
"Adapun kemudian, sesungguhnya orang yang hanyak mengingati mati, niscaya rela dengan mendapat sedikit dari dunia. Dan orang yang menghitung perkataannya dari perbuatannya, niscaya sedikitlah perkataannya, kecuali pada yang diperlukannya".
Setengah mereka berkata: "Diam itu mengumpulkan dua kelebihan bagi seseorang: selamat pada agamanya dan memahami tentang temannya". Muhammad bin Wasi' berkata kepada Malik bin Dinar: "Hai Abu Yahya! Menjaga lidah itu lebih Sukar bagi manusia, daripada menjaga dinar dan dirham (harta)".
Yunus bin 'Uhaid berkata: "Tiada seseorang manusia yang lidahnya diatas yang baik, melainkan aku melihat kebaikan itu pada amalannya yang lain"
Al-Hassan Al-Bashari berkata: "Suatu kaum (golongan) berkata-kata disamping Mu'awiah bin Abi Sufyan. Dan Al-Ahnaf bin Qais itu diam. Lalu Mu'awiah bertanya kepada Al-Ahnaf: "Bagaimana engkau, hai Aba Bahr, tiada berkata-kata?". Lalu Al-Ahnaf menjawab: "Aku takut kepada Allah, jikalau aku bohong dan aku takut kepada engkau, jikalau aku benar".
Abubakar bin 'Ayyasy berkata: "Berkumpullah empat orang raja, yaitu: raja India, raja Cina raja Parsia (Kisra) dan raja Rum (Kaiser). Salah seorang mereka berkata: "Aku menyesal terhadap apa yang sudah aku katakan dan tidak menyesal terhadap apa yang tidak aku katakan". Yang lain berkata pula: "Aku apabila berkata-kata dengan suatu perkataan, maka perkataan itu menguasai aku dan aku tiada menguasainya. Dan apabila aku tiada berkata-kata dengan perkataan itu, maka aku menguasainya dan ia tiada menguasai aku". Yang ketiga berkata: "Aku heran terhadap orang yang berbicara, jikalau perkataannya itu kembali kepadanya, niscaya mendatangkan kemelaratan baginya. Dan jikalau tidak kembali, niscaya tiada bermanfaat baginya". Raja yang keempat berkata. "Aku lebih sanggup menolak apa yang tidak aku katakan, daripada menolak apa yang aku katakan".
Ada yang mengatakan, bahwa Al-Mansur bin Al-Mu'taz tinggal, tidak berkata-kata dengan sepatah katapun sesudah shalat 'Isya, selama empat puluh tahun. Ada yang mengatakan, bahwa Ar-Rabi' bin Khaisan tidak berkata-kata dengan perkataan dunia, selama dua puluh tahun. Apabila pagi hari, ia meletakkan tinta, kertas dan pena, lain semua yang diucapkannya. ditulisnya. Kemudian, ia memperhitungkan dirinya pada sore hari. Kalau anda bertanya: kelebihan besar ini bagi diam, apa sebabnya? Maka ketahuilah, bahwa sebabnya adalah banyaknya bahaya lidah, dari kesalahan, bohong, mengupat, lalat merah, ria, nifaq (sifat bermua dua), perkataan keji, perbantahan, membersihkan diri, terjun dalam perbuatan batil, permusuhan, perbuatan yang sia-sia, menyeleweng, menambahkan, mengurangi, menyakiti orang lain dan merusak kehormatan orang (membuka hal-hal yang seharusnya ditutup).
Inilah bahaya yang banyak. Dan yang menghalau kepada lidah, yang tidak berat bagi lidah. Mempunyai keenakan pada hati. Ada penggerak-penggerak dari sifat (tabi'at) manusia dan dari setan. Orang yang terjun pada hal-hal diatas, sedikitlah yang sanggup menahan lidahnya. Lalu dilepaskannya menurut yang disukainya dan ditahannya dari yang tiada disukainya. Yang demikian itu termasuk pengetahuan yang sulit, sebagaimana akan datang uraiannya.
Terjun dalam hal-hal tersebut itu berbahaya. Dan pada diam itu selamat. Maka karena itulah, besar keutamaan diam. Dan ini bersama yang terkandung dalam diam itu, yaitu: terkumpulnya cita-cita, tetapnya kehormatan diri, penggunaan waktu untuk berfikir, untuk berzikir dan untuk beribadah, selamat dari mengikutkan kata kata pada urusan duniawi dan dari hitungannya (hisabnya) dihari akhirat. Allah Ta'ala berfirman:-
(Maa jalfidlu min qaulin illaa ladai-hi raqiibun `a-tiid).
Artinya: "Tiada suatu perkataan yang diucapkan - manusia - malainkan didekatnya ada pengawas, siap sedia (mencatatnya)". S. Qaf, ayat 18.
Ada suatu hal yang menunjukkan kepada engkau atas utamanya selalu diam, yaitu: bahwa perkataan itu empat bahagian:-
1. Melarat semata-mata.
2. Manfa'at semata-mata.
3. Ada padanya melarat dan manfa'at.
4. Tidak ada padanya melarat dan manfa'at.
Adapun yang melarat semata-mata, maka haruslah diam daripadanya. Begitu pula yang padanya melarat. Dan manfa'at itu tidak sempurna dengan adanya melarat. Adapun yang tak ada padanya manfa'at dan melarat, maka itu hal yang sia-sia. Berbuat dengan hal yang sia-sia itu membuang-buang waktu. Dan itu adalah kerugian yang sebenarnya. Maka tinggal lagi bahagian keempat. Berguguranlah tiga-perempat perkataan dan tinggallah seperempat. Dan yang seperempat ini ada pula bahayanya. Karena bercampur dengan perkataan, yang ada padanya dosa, yaitu: ria yang sangat halus, berbuat-buat perkataan, mengupat, membersihkan diri dari perkataan sia-sia, suatu percampuran yang sukar diketahui. Maka manusia berada dalam keadaan bahaya.
Barang siapa mengetahui bahaya lidah yang halus-halus, sebagaimana yang akan kami sebutkan, niscaya pasti ia mengetahui, bahwa apa yang disebutkan oleh Nabi s.a.w. adalah uraian ucapan, dimana beliau bersabda:-
(Man shamata najaa).
Artinya: "Barangsiapa diam, niscaya ia terlepas dari bahaya". (1. Hadits ini sudah diterangkan dulu.) Sesungguhnya, demi Allah, sudah pasti dianugerahkan kepada Nabi s.a.w. mutiara hikmah dan kata-kata yang menghimpunkan segala maksud. Dan tiada yang mengetahui pengertian-pengertian yang melaut luasnya yang terkandung dibawah satu-satu kalimat-ucapannya, selain ulama-ulama tertentu. Apa yang akan kami sebutkan nanti tentang bahaya-bahaya dan kesulitan menjaganya, akan memperkenalkan kepada anda hakikatnya itu, insya Allah Ta'ala. Dan kami sekarang akan menghitung bahaya-bahaya lidah. Akan kami mulai dengan yang seringan-ringannya dan akan kami mendaki kepada yang sedikit lebih berat. Dan akan kami akhiri memperkatakan tentang mengumpat, lalat merah dan dusta. Karena amat panjang untuk meninjau pada hal-hal tersebut. Yaitu: duapuluh bahaya. Maka ketahuilah yang demikian, niscaya anda akan memperoleh petunjuk dengan pertolongan Allah Ta'ala.
Sumber : http://islam2u.bumicyber.org/
Belum ada tanggapan untuk "Bahaya Lidah 2"
Posting Komentar